Ditulis oleh Mohammad Salman
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional, menjadi sumber pembelajaran moral dan agama sejak ribuan tahun yang lalu. Berfungsi sebagai wahana pemuliaan generasi bangsa. Juga menjadi tempat pengembangan karakter dan nilai-nilai kehidupan.
Mengutip pandangan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau menjelaskan bahwa pesantren merupakan sebuah kultur dengan pola kehidupan yang unik; ia mampu bertahan selama berabad-abad dengan menggunakan nilai-nilai hidupnya sendiri.
Berbagai tantangan mulai berdatangan selaras dengan berkembangnya zaman. Kini, pesantren dituntut untuk mampu beradaptasi, memahami, dan memenuhi kebutuhan anak-anak di era digital.
Pesantren ramah anak adalah pesantren yang menyediakan lingkungan aman dan nyaman, serta inklusif bagi anak-anak. Konsep ramah anak adalah konsep yang meliputi berbagai faktor, antara lain: keamanan fisik hingga dukungan emosional dan sosial.
Aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah keamanan fisik. Pesantren harus benar-benar menjamin bahwa tidak ada kekerasan, bullying, maupun pelecehan. Tentunya ini memerlukan perhatian lebih dari para pengasuh pondok pesantren. Maraknya kasus kekerasan dan bullying yang terjadi beberapa waktu yang lalu menjadi sebuah alarm bagi seluruh pondok pesantren di Indonesia. Alarm untuk perubahan, perubahan besar-besaran.
Aspek kedua adalah dukungan emosional. Pesantren harus benar-benar aktif untuk memantau perkembangan kondisi emosional santri, baik dari sisi psikologi maupun emosional. Tak ada salahnya untuk melibatkan profesional seperti psikolog dan psikiater untuk membantu pengelolaan pesantren dari segi perkembangan emosional santri.
Santri memiliki hak untuk didengarkan, berpendapat, dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Di beberapa pesantren, ada yang menerapkan sistem organisasi yang melibatkan santri senior. Santri senior dituntut untuk benar-benar mengayomi adik-adiknya, baik dalam segi akhlak, ubudiyah, dan keamanan santri. Tentunya dengan arahan dan pengawasan dari pengasuh pesantren.
Setelah munculnya Surat Keputusan (SK) oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam tahun 2024 tentang pesantren ramah anak, selayaknya seluruh pesantren di Indonesia mengikuti dan benar-benar menerapkan SK ini. Pesantren harus dapat memastikan bahwa anak-anak yang belajar di pesantren tidak hanya mendapatkan pembelajaran ilmu agama, tetapi juga memperoleh rasa aman dan nyaman, serta terlindung dari segala bentuk kekerasan.
Yang seharusnya menjadi fokus penting adalah bagaimana pesantren dapat memadukan tradisi dan kultur pesantren yang sangat panjang dengan tuntutan modern tentang perlindungan anak.
Meski kebijakan ini memiliki dampak positif yang sangat besar, penerapannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengubah pola kepengasuhan pesantren yang sebagian besar masih mengikuti tradisi turun-temurun pasti memerlukan waktu yang tidak sedikit. Pesantren harus melihat ini sebagai tren positif, bukan sebagai beban yang menghambat, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pendidikan di pondok pesantren.
Pesantren ramah anak adalah langkah yang sangat penting untuk menjawab tantangan pendidikan di era modern. Dengan menciptakan lingkungan yang nyaman, aman, dan inklusif, pesantren dapat mengambil peran menciptakan generasi yang baik dari sisi akademis dan memiliki akhlak serta karakter yang baik.
Melalui kolaborasi yang baik antara pesantren, orang tua, dan masyarakat, tentu saja kita dapat mewujudkan visi pesantren ramah anak yang menjadi rumah utama dan pertama dalam pendidikan akhlak dan karakter. Kita tidak hanya sedang membangun masa depan yang baik untuk anak-anak kita, tetapi juga untuk bangsa kita.